Cyber Law di Indonesia

        Cyber Law di Indonesia



Perkembangan teknologi yang sangat pesat, membutuhkan pengaturan hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi tersebut. Indonesia telah resmi mempunyai undang-undang untuk mengatur orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam dunia maya. Cyber Law-nya Indonesia yaitu Undang–undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik .

Di berlakukannya undang-undang ini, membuat oknum-oknum nakal ketakutan karena denda yang diberikan apabila melanggar tidak sedikit kira-kira 1 miliar rupiah karena melanggar pasal 27 ayat 1 tentang muatan yang melanggar kesusilaan. Sebenarnya UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) tidak hanya membahas situs porno atau masalah asusila. Total ada 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya. Sebagian orang menolak adanya undang-undang ini, tapi tidak sedikit yang mendukung undang-undang ini.

Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
1.                  Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas);
2.                  Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP;
3.                  UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia;
4.                  Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual;
5.                  Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
a.         Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan);
b.         Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan);
c.         Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti);
d.        Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking);
e.         Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi);
f.          Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia);
g.         Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?);
h.         Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?).

Perlakuan hukum pelaku cybercrime khususnya malware   jika dijerat menggunakan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”), maka pasal yang dikenakan adalah  sebagai berikut:
1.      Pasal 32 ayat 1: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik”, 
2.      Pasal 33: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya”, dan 
3.      Pasal 36: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34       yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain” dapat digunakan untuk menjerat si pembuat virus.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar